Kenapa semua keturunan Hutagalung/PGM panggil ompung ke marga Hasibuan atau panggil Namboru ke boru Hasibuan dan Hutagalung/PGM tidak bisa menikah dengan Hasibuan.
Begini penjelasannya.
Pertama kita berangkat dari silsilah Si Raja Hasibuan.
Hasibuan memiliki 5 anak :
1. Raja Marjalo
2. Guru Mangaloksa
3. Guru Hinobaan
4. Guru Maniti
5. Guru Marjalang
Keturunan Hasibuan yang tetap menggunakan marga Hasibuan :
- Raja Marjalo
- Guru Hinobaan
- Guru Maniti
- Guru Marjalang
Sedangkan Keturunan Guru Mangaloksa menggunakan marga baru yakni :
- Hutabarat
- Panggabean/Simorangkir
- Hutagalung
- Hutatoruan : Hutapea & Lumbantobing (ada jg yg memakai Hutatoruan).
Akan tetapi di waktu kemudian keturunan Guru Mangaloksa banyak yang merantau ke daerah lain dan sepakat menggunakan marga Hasibuan. Namun pada akhirnya mereka lupa apakah keturunan siapa mereka dari Guru Mangaloksa, apakah Hutapea/Tobing, Hutagalung, Panggabean atau pun Hutabarat.
Maka dengan demikiam dibuatlah aturan/kesepakatan atau Padan tentang larangan menikah antara keturunan Guru Mangaloksa dengan marga/boru Hasibuan dan memanggil ompung ke marga Hasibuan atau Namboru ke boru Hasibuan.
Namun pada akhirnya aturan itu pun diberlakukan ke semua Hasibuan, apakah dari keturunan Hasibuan yang tetap memakai marga Hasibuan (marjalo, hinoban, maniti, marjalang) atau Hasibuan dari si opat pisoran.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa hanya ke Hasibuan (Hutapea/Tobing, Hutagalung, Panggabean, Hutabarat) saja yang dilarang untuk menikah dan juga semua Hasibuan? Bagaimana pula dengan keturunan Guru Mangaloksa yang tidak memakai marga/boru hasibuan? Apakah mereka bukan Hasibuan juga? Sesungguhnya semua marga/boru Si Opat Pusoran berhak memakai sebutan marga/boru Hasibuan meski pun tidak harus dicantumkan. Bayangkanlah marga/boru Hasibuan jika saudara/i adalah putra dan putri Guru Mangaloksa.
Lalu kenapa sesama Si Opat Pusoran bisa saling menikahi? Ada sejarahnya, sebab pada zaman dahulu marga dan boru lain tidak sebanyak sekarang yang dijumpai pada waktu itu i daerah Si Opat Pisoran. Apalagi teknologi Informasi dan komunikasi serta transportasi tidak secanggih sekarang, maka untuk menghindari para putra dan putri Guru Mangaloksa tidak menjadi lajang terus atau tidak ketuaan menikah maka diberilah kebebasan untuk saling menikahi. Kendati demikian ada baiknya kebiasaan terus jangan lagi kita diulangi. Yang berlalu biarlah berlalu, dan karena zaman sudah semakin maju dan marga/boru lain sudah banyak ditemui.
Terima Kasih!
HORAS!
Twitter @HutagalungCyber
Keturunan Hasibuan yang tetap menggunakan marga Hasibuan :
- Raja Marjalo
- Guru Hinobaan
- Guru Maniti
- Guru Marjalang
Sedangkan Keturunan Guru Mangaloksa menggunakan marga baru yakni :
- Hutabarat
- Panggabean/Simorangkir
- Hutagalung
- Hutatoruan : Hutapea & Lumbantobing (ada jg yg memakai Hutatoruan).
Akan tetapi di waktu kemudian keturunan Guru Mangaloksa banyak yang merantau ke daerah lain dan sepakat menggunakan marga Hasibuan. Namun pada akhirnya mereka lupa apakah keturunan siapa mereka dari Guru Mangaloksa, apakah Hutapea/Tobing, Hutagalung, Panggabean atau pun Hutabarat.
Maka dengan demikiam dibuatlah aturan/kesepakatan atau Padan tentang larangan menikah antara keturunan Guru Mangaloksa dengan marga/boru Hasibuan dan memanggil ompung ke marga Hasibuan atau Namboru ke boru Hasibuan.
Namun pada akhirnya aturan itu pun diberlakukan ke semua Hasibuan, apakah dari keturunan Hasibuan yang tetap memakai marga Hasibuan (marjalo, hinoban, maniti, marjalang) atau Hasibuan dari si opat pisoran.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa hanya ke Hasibuan (Hutapea/Tobing, Hutagalung, Panggabean, Hutabarat) saja yang dilarang untuk menikah dan juga semua Hasibuan? Bagaimana pula dengan keturunan Guru Mangaloksa yang tidak memakai marga/boru hasibuan? Apakah mereka bukan Hasibuan juga? Sesungguhnya semua marga/boru Si Opat Pusoran berhak memakai sebutan marga/boru Hasibuan meski pun tidak harus dicantumkan. Bayangkanlah marga/boru Hasibuan jika saudara/i adalah putra dan putri Guru Mangaloksa.
Lalu kenapa sesama Si Opat Pusoran bisa saling menikahi? Ada sejarahnya, sebab pada zaman dahulu marga dan boru lain tidak sebanyak sekarang yang dijumpai pada waktu itu i daerah Si Opat Pisoran. Apalagi teknologi Informasi dan komunikasi serta transportasi tidak secanggih sekarang, maka untuk menghindari para putra dan putri Guru Mangaloksa tidak menjadi lajang terus atau tidak ketuaan menikah maka diberilah kebebasan untuk saling menikahi. Kendati demikian ada baiknya kebiasaan terus jangan lagi kita diulangi. Yang berlalu biarlah berlalu, dan karena zaman sudah semakin maju dan marga/boru lain sudah banyak ditemui.
Terima Kasih!
HORAS!
Twitter @HutagalungCyber